PERTENGKARAN ITU TERJADI (9)
Pagi itu juga, Pak Salmanpun siap-siap, meskipun kelihatan sikapnya
biasa saja dihadapan istrinya, karena dia sudah mengatakan pada sitrinya bahwa
dia tidak mengenal dengan penjual beras itu. Sementara itu istrinya yang sudah
tau bahwa hari ini mau kedatangan ibu yang pernah mengaku dari pasar sebagai
penjual beras, masih sedang sibuk di dapur.
Rina, si mata wayang itu, seperti biasanya pada hari minggu pagi, sedang
pergi olah raga lari pagi berserta teman-teman sekolahnya ke tempat yang
menjadi pavorit mereka yaitu Jatinangor. Sebuah tempat sangat indah dan ramai,
karena disamping terletak di daratan cukup tinggi dan juga di sana ada komplek
kampus yang bergensi sewilayah Jawa Barat, yaitu UNPAD, STPDN, dan IKOPIN. Tempat
inilah menjadi tujuan bagi semua para pelari pagi dari wilayah Rancaekek,
Cileunyi, dan Tanjung sari.
Assalamu’alaikum....! suara salam dari luar terdengar oleh pak Salman yang sedang duduk
dari tadi pagi. Suara itu terdengar dari suara perempuan. Pak Salmanpun tidak
menunggu lama, langsung menjawab salamnya sambil membuka pintunya.
Walikumsalam warakmatullahi wabarakatuh...! jawab pak Salman sambil memadang tamu itu. Dalam pikirannya, dia
berkata, oh iyah ibu ini penjual beras di pasar Cicalengka.
Pak, saya bu Sarmi dari pasar Cicalengka, masih
ingatkan? Jelas ibu itu sambil mengingatkan
pak Salman yang sekan-akan dia sudah melupakannya. Padahal pak Salman tidak
sedikitpun lupa akan utang yang selama ini belum terbayarkan bekas beras untuk
menggantikan beras bagian dari kantor itu.
Oh iyah silahkan masuk bu! Pak Salman mempersilahkan tamu itu untuk masuk. Tamu seorang wanita
setengah tua, itu ternyata tidak sendirian. Dia ditemanin sama seorang
laki-laki yang kemungkinan iitu suaminya. merekapun masuk di ruangan tamu
seperti biasa.
Terimakasih pak, bagaimana dan apakabar? Ibu Sarmi lanjut dengan pertanyaan yang sepertinya tanpa basa basi
lagi. karena dia pikir sudah cape mencari pak Salman ke kantornya selalu tidak
ada. Akhirnya terpaksa mendatanginya ke rumah. Kebetulan ada yang memberikan
alamatnya dari teman sekantor pak Salman.
Iyah bu maaf, baru bisa ketemu lagi, saya
memang kebetulan jarang ada dikantor untuk bulan-bulan ini, karena ada tugas di
luar. Paling ke kantor pagi, terus ke tempat yang ditugaskan, terus kalau sudah
selesai tugas, langsung pulang ke rumah. Jadi maaf kalau selama ini jadi
merepotkan. Disamping itu, kebetulan minggu-minggu uang untuk membayar utang
saya belum ada. Tapi insyallah di awal bulan depan, saya akan bayarkan. Jelas panjang alasan yang disampaikan pak Salman kepada ibu penjual
beras itu dengan yakin untuk membayar utangnya ada awal bulan depan.
Tidak lama setelah beberapa menit, ibu Rahmah, istrinya pak Salman
muncul dari belakang dari dapur dengan penampilan biasa ibu rumah tangga yang
sedang sibuk dengan pekerjaan rumahnya.
Oh ibu... sudah lama? Tanya ibu Rahmah kepada tamunya yang dua hari kemarin datang
menanyakan suaminya itu.
Iyah ibu, seperti yang saya katakan kemarin,
saya akan datang lagi hari ini dan alhamdulillah bisa ketemu dengan pak Salman.
Jawab bu Sarmi sambil mengangkat badannya dari
kursinya dengan senyuman manis kepada istri pak Salman.
Oh iyah alhamdulillah, iyah begitulah kalau
orang kantoran, ada di rumahnya hanya pada hari libur seperti sekarang bu. Jawab bu Rahmah sambil memandang suaminya dengan wajah penuh tanda
tanya dan penasaran, kenapa suaminya berkata tidak kenal dengan ibu ini,
padahal begitu akrabnya, seperti sudah kenal lama.
Iyah ibu maaf jadi merepotkan seperti ini. kata bu Sarmi kepada bu Rahmah sambil duduk lagi.
Justru yang merepotkan ibu, harus bulak balik. Jawab lagi bu Rahmah sedikit menyindir suaminya yang dari tadi
kelihatan cemas mukanya, karena merasa berbohong sama istrinya.
Permisi saya ke belakang, ambil minum dulu, ya
minum aja bu, kita tidak punya makanan apa-apa. Tambah bu Rahmah sambil jalan ke arah dapur untuk mengambil air
minum.
Jangan merepotkan bu, tidak usah, saya cuman
sebentar ko, mau melanjutkan urusan lagi. kata bu Sarmi dengan suara sedikit kencang karena biar kedengeran
sama bu Rahmah yang sedang di dapur.
Ya minum saja tidak apa-apa bu. Sangkal lagi bu Rahmah.
Tidak lama kemudian, bu Rahmah sudah muncul lagi sambil membawa seperangkat
minum teh.
Iyah bu jadi seperti itu alasannya kenapa saya
jarang di kantor. Dan saya mohon maaf, saya tidak punya pikiran atau niat untuk
menghindar dari ibu. Lanjut pak
Salman meneruskan penjelasannya dengan tujuan supaya meyakinkan bu Sarmi itu.
Tetapi kan sudah lama pak, dan sampai kapan
lagi saya harus menunggu, lumayan buat saya, untuk menambah modal? Bu sarrmi menyelak sekaligus bertanya kapan lagi janjinya kepada
pak salman, seolah-olah memberikan peluang lagi untuk mencari uang untuk
membayarnya.
Bu Rahmah, seorang istri dari pak Salman yang dari tadi hanya
menyimak dan mendenarkan obrolan antar suaminya dan si ibu penjual beras itu.
Tidak bisa menyampaikan atau berkata apa apa, karena pada dasarnya tidak tau
apa-apa ceritanya, suaminya sampai bisa melakukan pinjaman beras untuk
kebutuhan keluarganya.
Iya bu... insya Allah saya akan mengembalikan awal
bulan depan. Janji pak Salman kepada bu Sarmi
yang saling menatap dengan suaminya. sambil menganggukan kepala kepada
suaminya, bu Sarmi akhirnya mohon pamit untuk segera pulang karena masih ada
urusan yang harus diselesaikan.
Baik kalau begitu pak, saya pamit dulu karena
masih urusan yang harus diselesaikan hari ini, sekali lagi saya mohon maaf
karena sudah merepotkan dan semoga janjinya tidak melenceng lagi. kata bu Sarmi sambil berjabatan tangan kepada tuan rumah.
Aduh..ko cepat-cepat atuh bu, masih siang,
mohon maaf, hanya minum adanya. Sambut bu
Rahmah sambil mengulurkan tangan berjabatan tangan dengan bu Sarmi.
Oh terimakasih ibu, dan Maaf merepotkan,.....
saya pamit dulu, karena sudah sore, mau ada urusan lagi, jadi tidak bisa
lama-lama. Jawab bu Sarmi berbasa basi.
Setelah beberapa menit tamu itu pergi dan sudah jauh dari pandangan,
barulah istri pak Salman, bertanya dengan nada penasaran dan kecewa.
Pak...kenapa kemarin, waktu dikabarin ada tamu
seorang ibu pedagang beras, katanya tidak kenal dan tidak pernah berurusan sama
dengan pedangan beras? Dan ternyata tau-taunya kamu terbukti sudah kenal dan
memang punya hutang sama ibu tukang beras itu, kenapa sampai berbohong pak? Tanya istri pak Salman dengan nada tinggi dan kecewa.
Pak Salman pun, kelihatan merah dan pucat wajahnya, pertanda dia
merasa malu dan bersalah, karena sudah berbohong kepada istrinya. Tetapi
walaupun sudah ketahuan kebohongannya, pak Salman tidak menampakan sikap
berdosa dan malu, apalagi meminta maaf kepada istrinya. Malah dia berkata pada
istrinya.
Iyah bu.... nanti juga dibayar tenang saja,
tidak usah ikut pusing. Katanya sambil
sambil memandang istrinya yang sudah mulai kelihatan matanya merah dan
mengeluarkan air mata.
Tapi bukannya itu masalahnya pak, kenapa selama
berbohong terus sama istri, emhmm... kenapa? Tegas bu Rahmah dengan muka marah dan menagis.
Gubbbbraaakkk........suara tergulingnya meja
tamu dekat kursi yang diduduki suaminya.
karena dijungkirkannya oleh bu rahmah depan suaminya. saking marah dan
kecewanya bu rahmah sama suaminya. pak salman pun tidak menjawab pertanyaan
istrinya, selain mengangkat kembali meja
itu dan dikembalikan pada posisinya.
Kenapa? Terus bekas apa itu beras, ko bisa
sampai berhutang? Ayo jawab !!..... kembali bu rahmah mendesak suaminya sangkan menjawab pertanyaannya.
Iyah bu, iyah bu, aku minta maaf..... terus terang, beras itu bekas yang kita makan selama tiga
bulan ini. tau sendiri beras bagian dari kantor segitu jelek dan tida enaknya.
Makanya aku menjualnya beras bagian dari kantor itu, kemudian ditukarkan sama
beras biasa yang dapat menghutang dari ibu itu di pasar. jelas pak salman
kepada istrinya yang menangis tersedu-sedu di kamar.
Iyah terus kenapa harus berbohong sama istri?
Kenapa tidak terus terang? Kan segala segala sesuatu itu harus tau istri.
Jangan ujug-ujug selalu ada orang nagih utang yang tdak asal usulnya bekas apa
itu utang. Lanjut bu rahmah mendesak terus
suaminya yang selama ini terus tega membohonginya.
Memang pak Salman selama ini, sering membuat istrinya kecewa. Dia
sering berdusta kepada istrinya. Berdusata dalam berbgai hal. Baik dalam hal
keuangan, maupun dalam hal laiinya. Bahkan dalam hal pernikahan yang telah lama
terjalinpun banyak batu-batu kerikil yang bertubi-tubi merintanginya dalam
perjalanan bahtera keluarganya.
Pak Salman memang bukan orang yang tidak pernah menelan pendidikan,
dan juga bukan orang yang jauh dari pengetahuan agama, dan bahkan bukan orang
yang inklusif, yang tidak pernah beinteraksi dengan dunia luar, yang tidak
bergaul dengan masyarakat. Pak Salman sangat terkenal di kampungnya. Dia adalah
seorang guru agama. Baik di sekolah formal, karena dia pernah seorang guru
agama di salah satu sekolah dasar negeri. Maupun mengajar agama di tempat non
formal. Dia seorang guru ngaji dan sesekali dia suka diundang untuk berceramah
keagamaan di beberapa majlis taklim di tingkat kelurahan.
Di samping itu, dia kerap sekali menjadi tempat orang-orang yang
ingin tahu tentang agama atau tempat bertanya permasalahan keagamaan untuk
tingkat pemahaman orang yang tinggal di kampung yang memang selama ini pak
Salman punya majlis taklim sendiri yang diasuhnya. Tetapi semua itu tidak
menjadikannya sebagai tameng atau prisai diri untuk menjaga wibawa atau muruah
dari seorang yang berilmu dan tidak menjadikannya sebagai ketauladanan bagi
masyarakat sekitarnya.
Tetapi memang bu Rahmah adalah seoranh istri yang sabar, tegar dan
juga kuat. Berapa banyak dia telah disakiti oleh suaminya dengan cara berbohong
atau berdusta. Meskipun harus mengalami pertengkaran atau percekcokan dengan
suaminya, yang mana hal itu meruapakan suatu yang wajar logis dan juga
manusiawi. Itu merupakan bentuk sikap kritis seorang istri kepada suaminya dan
tidak gampang menyerah dan menerima apa adanya perlakuan suaminya. tetapi Ibu Rahmah
tetap setia kepada suaminya. Semua perlakuan suaminya itu mungkin dijadikannya
sebagai ujian hidup bagi seorang istri. Walaupun suaminya adalah seorang ustadz
yang tahu tentang agama, tetapi dia meyakini bahwa semakin orang itu berada di
tempat tinggi, maka pada waktu itu juga rintangan dan ujian semakin besar pula
menimpanya. Bu Rahma selalu sabar dan kuat. Meskipun harus melewati kepedihan
hatinya dan mencucurkan air matanya yang selalu berlinang. Dan satu hal yang
menjadi penting untuk diyakininya, bahwa semua orang pasti mempunyai potensi
dalam kebaikan. Sebobrokan apapun manusia, tetap ada sisi positifnya yang akan
membawa dirinya kepada jalan hidup yang lurus dan benar. Setiap habis salat,
dia tidak luput untuk selalu memanjatkan doanya khusus untuk suaminya, semoga
suaminya diberikan pikiran yang terang, tidak terbawa oleh haawa nafsunya yang
selalu berbuat dusta dan bohong terhadap dirinya sebagai istri.
Itulah nasihat-nasihat dari orangtuanya yang menjadi pegangan hidup
bu Rahmah. Nasihat dari bundanya atau neneknya Rusman yang selalu menjadi
tempat curhatan semua anak-anaknya. Nenek Salmah adalah seorang ibu dari tujuh
anak yang sudah ditinggal ayahnya sejak mereka masih pada usia anak-anak. Nenek
salmah begitu gigih dan semangat dalam mencari nafkahnya demi membiayai
anak-anaknya itu. Suaminya yang sedang jaya-jaya usahanya mendadak sakit keras
yang menderitanya sehingga dengan takdir Allah SWT penyakit yang dideritanya
tidak bisa disembuhkan dengan obat medis. Dalam usia muda ayah bu Rahmah meninggal
dunia. Orang-orang sekampungpun tidak mempercayainya kalau, pak Emed suaminya
bu Salmah itu bisa sampai kena guna-guna. Maklum pada masa itu adalah zamannya
yang masih marak dan lumrah terhadap guna-guna dan santet dari black magic.
Konon, kakeknya Rusman ini ketika sakitnya, terdapat benda-benda
logam di dalam perutnya. Bahkan perutnya selama sakitnya itu membesar bagaikan
wanita hamil sembilan bulan. Katanya itu kiriman dari orang yang selama ini
punya rasa iri dan dengki terhadap kepada kakek Emed. Maklum zaman dulu kalau
kalah dalam bersaing dagang itu, bukannya cari kesalahan dan kelemahan dalam
cara berdagang. Tetapi yang dilakukannya adalah memikirkan bagaimana si pesaing
ini harus lenyap dan tumpas dari kehidupannya. Sehinngga jalan yang mereka
tempuh pada masa itu, adalah melakukan penyantetan dan mengirimkan guna-guna
yang membuat orang yang tidak percaya dan tidak masuk akal. Tetapi itulah
kenyataan kehidupan zaman dulu.
Bu Rahmah selalu tegar dalam mengahdapi sikap suaminya seperti itu,
bahkan dia tidak putus asa dan putus harapan. Dia selalu sabar menghadapi kenyataan
sifat dan sikap dari suaminya yang selama ini mendampingi hidupnya. Karena dia
optimis dan penuh pengharapan dari suaminya ini adalah karena dia bukan seorang
yang kosong dari ilmu agama, bukan seorang yang malas beribadah, dan bukan
orang yang melakukan kriminal. Sehingga optimis dan yakin, pasti suata saat dan
pada waktunya akan berubah. Sedikit sedikit akan berganti dengan sikap suaminya
yang akan selalu menghargai dan memuliakan istri dan keluarganya. Asal semuanya
itu dihadapi dengan sabar, tabah, dan kuat. Dan jangan pernah urusan yang berat
seperti ini di fikir sendiri, tetapi harus selalu minta pertolongan Allah
dengan banyak beribadah dan berdoanya dan menyerahkan segala urusan kepada
Allah SWT.
Diskusi