Mendidik dengan Hati dan Apresiasi
Sebagai pendidik pengampu mata pelajaran akidah akhlak, tentunya tantangan tuntutan dalam menghadapi para peserta didik masa Gen-Z ini semakin berat. Karena disamping materi tentang keimanan dan keislaman yang harus diajarkan, juga terkait akhlakul karimah, sopan santun, tatakrama, beretika dan berbudi luhur. Bagaimanapun, ilmu dan tekhnologi yang pasti akan semakin berkembang dan semakin canggih ini, tetap harus diimbangi dengan akhlak dan etika yang mulia. Sehingga mereka tidak menjadi orang pintar tapi sombong, angkuh, tidak bermoral, dan tidak beretika.
Dalam kelas, saya berusaha untuk selalu mengajar dengan hati yang menyenangkan dan penuh riang gembira, supaya daya penangkapan otaknya lebih terbuka . Betul sekali kalau ada pakar pendidikan menyebutkan bahwa otak dibarengi perasaan hati senang akan lebih mudah memahami pembelajaran, daripada perasaan hati tegang dan tertekan. Supaya tidak membosankan setiap kali pembelajaran selalu diadakan diskusi.
Pernah suatu hari, dimana saat itu pembelajaran materi saya, akidah akhlak sudah dimulai sepuluh menit. Tiba-tiba, “tok,tok,tok” suara pintu diketuk. “assalamu’alaikum” , pintu terbuka, ternyata syamil. “walikumsalam warahmtullahi wabaraktuh” jawab semua dalam kelas. “Ustadz,” syamil mendekati saya sambil berkata; “afwan terlambat, ayah ana harus mengantar dagangannya dulu.” Karena jarak rumah peserta didik itu yang jauh dari sekolah, akhirnya dia terlambat. Saya tersenyum dan menjawab, “Iya, nak. Kamu baru terlambat 10 menit,” sambil saya elus rambut anak itu, saya berkata lagi, “Tak masalah, nak. ustadz masih bangga denganmu, sebab kamu masih punya semangat untuk tetap sekolah,…Sana duduk.” Anak itu pun duduk di bangku biasanya dan pembelajaranpun dilanjutkan kembali.
“Anak-anak…Hari ini kita akan membahas tentang asmaul husna Al-Muhyi dan Al-Mumit.” saya pun menjelaskan dengan sedikit bercerita tentang Asmaul Husna Al-Muhyi dan Al-Mumit. Kemudian peserta didik yang berjumlah duapuluh itu, saya perintahkan untuk membuat dua kelompok berdiskusi. “anak-anak ayo kita buat dua kelompok untuk berdiskusi” sahut saya. Anak-anak pun membuat kelompok yang masing-masing terdiri dari sepuluh peserta didik sesuai dengan materi pembelajaran, yaitu Kelompok Al-Muhyi, dan kelompk Al-Mumit. “perhatikan anak-anak ! Setiap kelompok harus mencari dan menjelaskan dalil bahwa Allah mempunyai sifat tersebut, apa bukti bahwa Allah mempunyai sifat tersebut dan bagaimana cara meneladani sifat Allah tersebut, fahimtum?.... Silakan berdiskusi dan dibaca bukunya !”. Para peserta didik pun menjawab serentak, “fahimna, ustadz…” Akhirnya semua peserta didik saling berdiskusi, mencari-cari dalil, bukti dan cara meneladani sifat Allah tersebut. Hingga tak terasa, waktu berdiskusi sudah lebih dari sepuluh menit, tanda bahwa diskusi sudah usai. “Baik, diskusi selesai, anak-anak,” ucap saya memberi tanda. “Silahkan masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusinya di depan. Kelompok mana yang mau maju duluan? kelompok Al-Muhyi. Atau Al-mumiit ?ayo silakan maju !” “Saya kelompok Al-Mumiit, ustadz?” jawab Syamil dari kelompok Al-Mumiit. “ oh iyah silahan kelompok Al-Mumiit silah maju.!” Saya mempersilahkan mereka kelompok Al-Mumiit
Merekapun maju dan berdiri bersama. Syamil ketua kelompoknya memaparkan hasil diskusinya dan berkata; “ Allah Subhanahu wat’ala mempunyai sifat Al-Mumit yang artinya adalah maha mematikan. Adapun dalil bahwa Allah mempunyai sifat Al-Mumit adalah dijelaskan dalam Al-Qur’an surah ghafir ayat ke 68, yang berbunyi ‘Audzubillahi minasysyaitonirrojim bismillahirrahmanirrahim, huwalladzii yuhyii wa yumiitu, faidzaa qadlaa amron fa innamaa yaquulu lahu kun fayakuun. Artinya yaitu Dialah (Allah) yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya berkata kepadanya “jadilah”, maka jadilah dia”. Adapun bukti bahwa Allah mempunyai sifat Al-Mumiit adalah kematian adalah milik Allah. Apabila datang kematian, maka tidak ada seorangpun yang bisa menghalanginya. Meskipun dari segi sebab akibat, kematian itu bisa terjadi karena kecelakaan atau penyakit yang dideritanya, bahkan sama sekali tidak ada penyebabnya, tetapi kalau sudah ajalnya tiba, maka siapapun tidak dapat menghindarinya. Adapun cara meneladani sifat Al-Mumiit , kita harus mempersiapkan kematian agar dalam keadaan iman. Caranya adalah mengekang hawa nafsu kita untuk tidak melanggar larangan-larangan Allah, ikut menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, membunuh semua prilaku yang ada pada diri kita, mengorbankan kepentingan pribadi dan lebih mengutamakan kepentingan umum, dan memberantas hewan yang dapat mendatangkan penyakit, seperti nyamuk dan hama tanaman.”. Jelas Syamil dalam pemaparannya sambil mengakhiri dengan ucapan terimakasih dan salam.
Suasana kelas makin ramai dengan tepuk tangan. saya berkata, “ kelompok Al-Mumiit, hebat yah... Kalian ini memang anak-anak cerdas.” Jelas saya. “Baik anak-anak silahkan duduk Kembali !,” ucap saya memerintahkan kelompok Al-mumiit untuk duduk. “Oke cukup anak-anakku yang pintar dan cerdas, syukron atas penyampaian hasil diskusinya. Sebelum melanjutkan ke kelompok Al-Muhyi, Beri tepuk untuk kita semua.” Seluruh kelas pun bertepuk tangan. kelaspun semakin bergemuruh kegembiraan. sayapun berjalan memosisikan diri di depan kelas, lalu memberi pesan ke semua peserta didik, “Jadi Allah subahanu wata’ala itu mempunyai sifat, menghidupkan dan mematikan. Semua makhluk hidup diciptakan dan dihidupkan oleh Allah. Semua makhluk hidup telah ditentukan masa hidupnya oleh Allah, karena Allah-lah yang akan mematikan pada waktu yang telah ditentukan. Tidak ada seorangpun atau makhluk hidup yang bisa menghindari kematian.” Jelas saya. Tiba-tiba Zahra teman Syamil berkata; “aku pernah baca ustadz, katanya karena Allah bisa menciptakan dan menghidupkan, tentunya Allah pasti bisa mematikan dan kita harus mempersiapkan kematian kita agar tetap dalam keimanan kepada Allah” sahut Zahra, sayapun bangga, “betul Zahra...hebat kamu nak… teruslah membaca, perbanyaklah pengetahuanmu dengan banyak membaca, sehingga keimanan kita semakin bertambah dan kuat. Ingatkah dengan wahyu pertama yang diturun pada nabi Muhammad, apa perintahnya?” tanya saya kepada mereka. Sejenak suasana kelas hening, para peserta didik saling tengok, bertanya-tanya. Tiba-tiba terdengar satu suara, “Iqra, ustadz.” “Ya, benar sekali, Syamil, iqra atau perintah untuk membaca.” Sahut saya. “Jadi, Allah swt memerintahkan Nabi untuk membaca, dan Nabi menyampaikan wahyu itu kepada umatnya termasuk kita. Apa manfaat membaca? Jelas, kita semakin banyak pengetahuan. kita akan semakin cerdas dan menambah keimanan kita kepada kepada Allah.” Seluruh peserta didikpun menyimak penjelasan saya. “Selain itu, kita sebagai mahkluk yang diberi akal, sudah sepatutnya untuk melaksanakan perintah-Nya. Khususnya menghadapi kematian yang tidak dapat dihindari. Apakah kalian siap menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larang-Nya?” “Siap, ustadz,” ucap serentak para peserta didik. “Dan siapkah selalu menjaga kesehatan, untuk keberlangsungan hidup?” “Siap, ustadz.” “Ya, kami pasti siap, ustadz,” ucap Syamil. “Lalu,.. siapkah untuk selalu mengekang dan membunuh prilaku yang tidak baik?” . “Siap, ustadz” jawab anak-anak. Mendengar itu, akupun semakin bahagia, “Kalian adalah anak-anakku yang cerdas dan saleh. Kelak kalian akan menjadi orang besar, menjadi orang-orang hebat yang akan memajukan negeri ini. Kalian harus menjadi manusia yang berguna bagi bangsa, negara dan agama. Siap?” “Kami siap, ustadz,” jawab para peserta didik lagi. “dan ingatlah terus, nak, dengan apa yang sudah kalian pelajari hari ini, Sampai jumpa lagi di pelajaran berikutnya yah.. wassalamu’alaikum warahamtulahi wabaraktuh.” Saya akhiri pembelajaran itu dengan salam.
Itulah pengalaman sebuah pembelajaran menyenangkan dan penuh riang gembira. Prinsipnya, Semua peserta didik harus berperan aktiv dalam setiap pembelajaran. Mereka diberikan peran dan tanggung jawab supaya berani mengeluarkan pendapatnya. Karena masa gen-Z, dimana anak-anak lebih pintar untuk mencari sesuatu yang dinginkan lewat gadgetnya. Guru sudah bukan zamanya untuk banyak berceramah di depan peserta didik, Karena mereka untuk memahani suatu pelajaran lebih tertarik dengan mencari sendiri, googling di internet. Guru hanya tinggal mengarahkan dan mengawasi mereka supaya tidak keluar dari jalur yang benar yaitu tidak keluar dari nilai-nilai etika dan moralitas agama. Mengajar dengan hati, maka seorang guru perlu mengkondisikan suasana belajar yang nyaman dan penuh saling menghargai. Oleh karena itu, sekecil apapun keberanian seorang peserta didik untuk melakukan sesuatu, mengutarakan pendapat dan sebagainya, adalah sebuah prestasi yang harus diberikan apresiasi atau reword, walau hanya dengan memberikan tepuk tangan atau dengan kata-kata “kamu hebat nak”. Karena dengan perlakuan itulah, energi positif masuk ke hati peserta didik yang akan terus membakar semangatnya.
Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi nasihat bagi kita semua para tenaga pendidik, khususnya saya sebagai penulis. Mohon maaf atas segala kekuraangan dan kekhilafan atas tulisan ini. Terimakasih dan Salam Literasi.
Diskusi