JANGAN KECIL HATI, SEMUA MASALAH, PASTI ADA JALAN KELUARNYA (11)

Hari juma’t merupakan hari sepesial dan hari yang ditunggu-tunggu bagi para santri, karena merupakan hari libur kegiatan belajar. Meskipun tidak libur dari kegiatan bina ibadah. Shalat berjamaah, pembacaan surat yasin dan baca rawi, dan tahlilah pada malam jumat terus harus diikuti dan dilaksanakan oleh para santri.

Sampai pada pagi harinya setelah salat subuh yang diteruskan dengan ziarah makam para muassis (pendiri) pesantrem, para santri dibebaskan untuk beraktifitas. Ada yang lari pagi mengeliling lapangan yang di dalam komplek, ada yang keluar komplek sengaja menelusiri sepanjang jalan raya yang jaraknya kurang lebih tiga kilometer, menikmati suasana dan udara pegunungan yang sejuk dan segar. Tapi ada juga para santri yang leha-leha saja sambil ngobrol di kamarnya masing-masing, ada yang sengaja di ngobolnya di luar kamar. Dibalik para santri yang berleha-leha, ternyata juga ada yang sibuk sendri dengan mencuci pakaianya. Merapikan kamrnya, dan membersihkan lingkungan sekitar pesantren, sesuai dengan piketnya.

Suasana tersebut sampai tiba waktu salat jumat. Mereka siap pergi ke masjid,  untuk salat jumat. Masjid pesantren ini setiap salat jumat penuh, karena disamping santri juga warga sekitar pesantren melaksanakan salat jumatnya di masjid pesantren. Para santripun meskipun berbaur dengan penduduk warga kampung, mereka tetap disiplin mentaati peraturan. Seperti mengikuti rangkaian kegiatan salat jumat. Mulai dari tahlilan, mauidzah yang disampaikan oleh pak kiai, sesepuh pesantren sampai dilaksanakannya salat jumat. 

Setelah melakasanakan salat jum’at, para santripun masih ada waktu sampai menjelang magrib untuk bebas beraktifitas. Begitu juga Rusman, kelihatannya sangat menikmati hari libur tersebut. Karena otak terasa presh dan bisa menikmati waktu siangnya dengan tidur. Maklum kegiatan pesantren memang sangat padat, sampai-sampai tidak punya waktu untuk ngobrol atau santai-santai, semuanya berpacu dengan waktu. 

Setelahnya keluar dari masjid, habis salat jumat, Rusman berjalan menuju kamarnya dengan muka kelihatan mumet dengan pikirannya terhadap satu masalah besar baginya, yaitu kepergian untuk kuliah ke luar negeri. Yang menjadi masalah, apakah orangtuanya mampu untuk membiayai dia selama di sana dan apakah dirinya mampu juga dan bisa mengikuti kuliah di sana dengan modal bahasa arab yang pas pasan. 

Assaalamu’alaikum ya Rusman.... ! terdengar suara salam yang disertai tepukan tangan kepundak sangat mengagetkan Rusman. Ternyata H. Agus kakak pembinanya. 

Waduh... mang Haji, bikin kaget saya saja. Ujar Rusman sambil tersenyum ke arah kakak santri seniornya itu. Dia juga merupakan santri senior yang sangat perhatian kepada adik-adik kelas atau binaannya. Disamping pintar dalam bahasa arab dan bahasa inggris, dia juga punya kelebihan suara emasnya. ciri has adzannya yang tidak bisa terlupakan membuat tersentuh para pendengarnya, apalagi saat dia membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Tidak jauh suaranya dengan suara Qari Nasional, H.Muammar ZA. bahkan dia dijulukin dengan Qari Arqam, yaitu Qari handalan dan kebangaan pesantren.

Rus... kata kiai, kamu mau kuliah di Mesir yah? hebatlah, saya senang mendengarnya, saya dukung. Kata H. Agus sambil nepuk bahu Rusman dari belakang, sampai Rusman terperanjat kaget. 

Masya Allah .. sebetulnya saya kaget mang haji....... ah tidak tahu mang, itukan kata kiai, tapi saya sendiri tdak yakin, karena kemampuan dasar bahasa arab saya dan biayanya apalagi. Jawab Rusman sambil wajah termengut pesimis. 

Oh jangan begitu Rus..., harus optimis, kalau sudah punya niat dan keinginan kuat pasti ada jalannya. Lanjut H. Agus itu terus memberikan suport kepada Rusman. Wajar dia sebagai pembimbingnya harus memberikan dukungan kepada anak buahnya yang selama ini dia bina. Mungkin saja dia tahu kapasitas kemampuan anak buah itu. 

Iyah mang haji, kalau begitu saya minta doanya, bair semua urusannya lancar. Kata Rusman kepada Pembimbingnya yang selama ini sangat perhatian. 

Nanti disana juga bisa bertemu dengan para alumni pesantren seangkatan saya, bisa dibantu dan dibimbing oleh mereka, Rus tenang saja Tambah H. Agus untuk meyakinkan Rusman. 

Oh iyah mang, kata kiai juga seperti itu, ada enam alumni atau kakak kelas yang sedang kuliah di sana. Sahut Rusman sambil mempersilahkan seniornya itu untuk mampir ke kamarnya. 

Oh syukron.... semangat yah. katanya sambil meneruskan jalan menuju ke kamarnya yang letaknya di ujung asrama, khusus untuk para senior dan para pembimbing.

Rusmanpun masuk ke kamarnya. Di kamar tidak ada seorangpun teman-temannya kelihatan. Biasanya para santri kalau sudah habis salat jumat, mere suka berleha-leha diemperan masjid. 

Setelah beberapa menit kemudian, Rusman dikagetkan dengan suara yang tidak asing lagi kedengarannya. Suara yang sangat dirindukan siang malam selama ini akhirnya datang diluar dugaan dan kebiasaan. Begitu bahagia dan senangnya bagi semua para santri setiap kali dibesukin oleh orangtua. 

Assalamu’alikum.... suara salam dari pak Saman, ayah Rusman sambil mengetuk pintu kamar.

Walikumsalam...jawab Rusman sambil tersenyum bahagia dan senang melihat wajah kedua orangtua yang sangat dirindukan. 

Pak, mak, apakabar ! ... sahut Rusman dengan nada yang penuh gembira tapi terasa aneh dan kaget. Karena tidak seperti biasa kedua orangtua datang membesuk dipertengahan bulan. 

Alhamdulillah nak, bapak dan emak sehat. Jawab bu Rahmah, ibunda Rusman yang kelihatan wajahnya sangat merindukan anak pertamanya. 

Kamu sehat sehat sajakan nak? Lanjut ibunya bertanya pada Rusman.

Alhamdulillah sehat mak, ko tumben pak, mak, jenguknya tidak diawal bulan biasanya, ada apa mak?. Jawab Rusman sambil balik tanya. Karena Rusman merasa heran, yang selama ini, sejak empat tahunan di pesantren dia kalau tidak pulang sendiri sebulan sekali pulang  untuk mengambil bekal, ayahnya atau terkadang ibu yang datang ke pondok untuk nyambangin. Tetapi kali ini, Rusman merasa kaget dan heran, ada apa gerangan? 

Tidak apa-apa nak? Tadi ayah dan emak bersilaturahmi ke pak kiai Salim. Sekalian mau mengundang untuk ceramah mauludan di majelis taklim kita.  Kata pak Salman, ayah Rusman. 

Oh iyah kapan yah, acara mauludannya? Rusman lanjut menanyakan waktu ceramah kiainya di kampungnya nanti. 

Insyallah bulan depan nak. Jawab ibunya sambil mengeluarkan barang yang dibawa dalam tasnya. Barang tersebut sudah tidak asing lagi bagi Rusman dan setiap santri kalau kedatangan orangtuanya, pasti yang dibawa adalah paling tidak, makanan, dari mulai nasi smpai makan kecil. 

Eh nak, pada kemana teman-teman ? biasanya suka ngumpul, ini tidak, ini makanannya, suruh pada makan dulu, sudah dibawain?  balik tanya ayahnya kepada Rusman sambil membantu mengeluarkan dan merapikan kembali barang-barangnya.

Tidak tahu pada kemana, paling mereka masih di emperan masjid pada ngobrol atau dilapangan, pada nangkring, kan biasa, kalau hari jumat, libur kegiatan. Jawab Rusman. Memang seperti itulah para santri kalau pada hari jumat. Menikmati waktu senggangnya, diisi dengan kegiatan masing-masing semaunya bebas sampai waktu magrib tiba. Setelah maghrib semuanya kembali dengan sibuk dengan berbagai pembelajaran. Baik di pesantren maupun di sekolah.

Tetapi ada suatu kebiasaan yang sangat mengesankan, bahwa setiap ada anggota di kamarnya, mau kedatangan orangtuanya, mereka semua anggota kamarnya biassanya tidak kemana-kemana pasti akan menunggu sampai datangnya orangtuanya. karena itu, bagi mereka merupakan suatu kesenangan, karena bisa makan enak, dan gratis. Tetapi pada waktu itu, teman-teman sekamarnya memang tidak ada, karena mereka tidak tahu akan kedatangan orangtua Rusman.

Oh iyah.. pak... mak..., kata pak kiai, aku mau diberangkatkan belajar di Mesir dan bapak dan emak sudah tau katanya. Emang bener mak? Tanya Rusman mengalihkan obrolannya kepada masalah yang dia hadapi beberpa hari ini. karena dia merasa antara percaya dan tidak, kalau dia mau diberangkatkan sekolah ke Mesir oleh gurunya sendiri. Memang sekolah di Mesir itu adalah sebuah cita-cita yang dia idam-idamkan selama ini. semenjak duduk dibangku SMP atau semenjak masuk pesantren ini, keinginan untuk belajar di Timur Tengah itu muncul ketika ada alumni sana berkunjung ke pesantren dan menceritakan bagaimana enaknya belajar di Timur Tengah itu sangat mengesankan. Apalagi dengan bahasa arab  yang selama ini dia pelajari itu sangat bermanfaat bila dia meneruskan belajar di Timur Tengah. 

Apalagi setiap kali mendengar nama Al-Azhar, sebuah perguruan tinggi yang terbesar dan tertua didunia itu, dia langsung terbayang dalam pikirannya, betapa indahnya belajar disana. 

Iyah nak, betul itu, bapak dan ema juga setuju, kalau kamu mau meneruskan belajar di sana. Bapak dan Emak senang sekali. Jawab Pak Saman, ayah Rusman langsung menjawab pertanyaan anaknya yang kelihatan tidak mempunyai rasa percaya diri dan penuh raguan.

Emang Bapak dan Ema siap untuk biayanya, pasti mahal sekali kuliah di luar negeri itu pak. Dan Rusman juga, merasa banyak kekurangan terutama bahasa arabnya belum merasa bisa dan paham. Karena bahasa arab itu pastinya menjadi dasar untuk mengikuti kuliah di sana. Jelas Rusman sambil balik tanya kepada kedua orantuanya tentang kesiapan untuk membiayai kuliah disana. Karena dia merasa dan tahu keadaan ekonomi orangtuanya tidak seperti orangtua teman-temannya yang kelihatannya orang-orang yang kaya terlihat mereka setiap mengunjungi dan menengok anaknya ke pesantren pada pakai mobil sendiri. 

Nak... ! kamu jangan kecil hati, dan minder. Kamu harus yakin setiap kali ada niat baik pasti ada jalannya. Apalagi ini niatnya mau belajar agama, pasti ada jalannya. Sudahlah..! kamu sekarang jangan memikirkan masalah biaya. Karena itu bukan tugas kamu. Tugas kamu adalah belajar dengan tekun, semangat dan terus mengejar cita-cita. Sahut pak Saman meyakinkan anaknya yang terlihat tidak yakin dan minder dengan melihat keadaan orangtuanya yang selama ini, ekonominya sangat pas-pasan. Kalau secara logika, jangankan untuk biaya sekolah di luar negeri, biaya sekolah selama ini juga sering nunggak. 

Memang Rusman, meskipun tinggal dipondok pesantren, jauh dari orangtua, dan tidak lagi pernah lagi melihat dan mendengar keributan dan pertengkaran orangtuanya yang sering terjadi, tetapi tetap saja bagi Rusman pemandangan seperti itu sulit dilupakan bahkan, selalu terbayang dalam keseharian dia selama dipesantren. Terkadang bagi Rusman, tinggal di pondok pesantren itu nyaman dan tenang, karena disamping bisa belajar agama, juga bisa menghindari rasa bingungnya menghadapi percekcokan orangtua. Bingungnya untuk bersikap bagaimana yang baik terhadap orangtua seperti ini. Akhirnya, menangis dengan sembunyi-sembunyi adalah sikap yang spontan, tidak bisa ditahan dan dibendung setiap kali mendengar pertengkaran orangtuanya itu.

Percekcokan antara pak Saman dengan istrinya, Ibu Rahmah,  selalu dipicu karena Pak Saman suka menyembunyikan dan membohongi istrinya, Bu Rahmah. Kebanyakannya adalah masalah hutang pituang kepada banyak orang yang tidak diketahui oleh istrinya, merupakan pemicu utama.Tetapi karena ibunda Rusman, bu Rahmah adalah seorang ibu dan istri yang sangat kuat dan tabah menghadapi suaminya yang punya kebiasaan buruk tersebut. 

Akhirnya beruntung juga, setiap percekcokan tersebut biasanya tidak lebih dari tiga hari. Setelah tiga hari biasanya sudah biasa lagi, meskipun dalam bebrapa minggu kemudian terjadi lagi dengan pemicu yang sama.

Jadi itulah sebenarnya yang dipikiran Rusman selama ini. Antara keinginan cita-cita untuk meneruskan sekolah ke Mesir dan kondisi orangtua yang sering dilanda prahara, baik prahara keharmonisan keluarga, maupun prahara ekonomi yang tidak memungkinkan dukungan dia untuk pergi negri seribu menara itu. 

Nak, ya udah Ema bapak mau pulang sekarang yah, karena sudah sore... sahut ibu Rahmah menyapa Rusman yang asyik menikmati makanan sekedarnya yang dibawanya, tetapi terihat oleh ibunya, Rusman sedang menerawang dan memikirkan penuh dengan bingung. 

Oh.. iyah... Emak pak. Iyah tidak apa -apa, karena sudah sore, nanti takut kemalaman sampe rumah. Jawab Rusman sambil sadarkan diri dari pikirannya yang menerawang. 

Bu Rahma dan Pak Samanpun berdiri dari duduknya yang hanya berhamparan tikar anyaman palstik itu sambil membawa kembali kantong bekas bawaan makanan untuk anaknya. Rusmanpun tidak pikir panjang lagi diambil kantongnya yang diangkat sama bapaknya itu untuk membawanya ke depan jalan raya sampai mendapakan mobil angkotnya jurusan Ciparay.


ORDER VIA CHAT

Produk : JANGAN KECIL HATI, SEMUA MASALAH, PASTI ADA JALAN KELUARNYA (11)

Harga :

https://www.ruyatismail.my.id/2023/07/jangan-kecil-hati-semua-masalah-pasti.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi