UJIAN DAN COBAAN ADALAH BAGIAN KEHIDUPAN (8)
Pak Saman baru selesai dari mengajar anak-anak santri kalong di Mushola dekat rumahnya itu, langsung bergegas untuk bersiap siap berangkat bekerja dinas sebagai pegawai harian di kantor urusan agama kecamatan Cikancung Majalaya.
Sekitar sebulan yang lalu, setelah Rusman, anaknya, masuk pondok, memang pak Saman sudah tidak dinas mengajar lagi di sekolah dasar dekat rumahnya, karena dia merasa ingin ada suasana baru dalam pekerjaan dinas sebagai pegawai negeri. Kalau untuk mengajar, dia pikir tidak perlu diikat dengan kedinasan, karena dia setiap waktu, setiap malam sudah merasa sudah cukup meluangkan waktu untuk mengajar di musholanya. Setiap ba’da mahgrib sampai pukul 21.00, ditambah dengan ba’da subuh, dia sudah mengabdikan untuk mengajar anak-anak santri kalong sekitar kampungnya. Apalagi anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah dasar, pak Saman merasa mengajar mereka sewaktu di sekolah juga.
Sebagai staf kantor urusan agama, tentunya pak Saman merasa ilmunya masih terasa manfaat dan bisa diamalkan lebih praktis ketimbang mengajar di sekolah, yang hanya masih tioritis. Di kantor urusan agama ini, pak Saman lebih sering menangani dan melayani orang yang hendak menjalankan pernikahan atau disebut sebagai penghulu, disamping mengerjakan hal-hal yang sifatnya adminitrasi kantor. Memang Kantor Urusan Agama itu bukan saja mengurus masalah pernikahan saja, tetapi lebh dari itu. Masalah perceraian suami istri, Pembinaan keluarga sakinah, perwakafan dan bimbingan masyarkat Islam. Itulah yang dikerjakan sehari-hari oleh pak Saman sebagai staf di Kantor Urusan Agama ini.
Setelah menyantap sarapan berupa segelas kopi dan sepiring nasi goreng. Pak Saman langsung pamit ke istrinya.
Bu.... ayah berangkat yah. Pak saman memanggil istrinya yang sdang mencuci pakain.
Iyah... hati-hati yah... sahut bu Rahmah, istrinya sambil sambil keluar dari kamar mandinya untuk melihat suaminya yang mau berangkat kerja.
Bu... Rina bangunin tuh.. sudah siang sekolahnya. Tambah suaminya mengingatkan istrinya untuk membangunkan Rina yang sudah kelas enam SD sambil meletakkan jas hujan yang dibungkusnya di bawah jok motornya.
Iyah tadi sudah bangun, habis salat tidur lagi. Kata istrinya sambil berjalan kembali meneruskan kerjaannya setelah suaminya melajukan motor bebek Honda Merahnya.
Pak Salaman malaju jauh dengan motor bebek honda merahnya. Sementara bu Rahmah, istrinya meneruskan mencuci pakaiannya yang tinggal sedikit lagi meskipun cuaca tidak mendukung untuk mengeringkan cuciannya.
===================================================
Rin, Rina, Rin......... bangun ! sudah siang sekolah ! bu Rahmah memanggil anaknya Rina yang masih tidur sehabis salat subuh tadi. Sambil meneyelesaikan cuciannya, bu rahmah terus memanggil anaknya, samapi Rinapun bangun.
Iyah mah....udah bangun nih. Sahut Rina sambil menghampiri ibunya yang baru selesai mencuci pakainnnya.
Rinapun yang masih duduk di kelas enam itu segera bersiap-siap untuk berangkat sekolah. seperti biasa sebelum berangkat, Rina sarapan dan membnatuk ibunya untuk memjemurkan pakaian cuciannya, tapi pagi ini tidak karena cuaca mendung. Rinapun segera pamit ke ibunya yang sedang marapikan dapur.
Bu...aku bernagkat sekolah yah. kata Rina sambil menarik dan mencium tanagan ibunya yang sedang megang sapu.
Iyah hati-hati yah, jangan bercanda dikelas, perhatikan bpk ibu guru kalau sedang nerangin yah ! ibunya berpesan kepada Rina, anak kedua perempuan itu.
Iyah mah. Assalamu’alaikum...sahut Rina sambil mengangkat tas gendongnya, mulai berangkat sama teman yang dari tadi menunggunya.
Setelah anaknya, Rina pergi sekolah, bu Rahmah melanjutkan pekerjaan rumahnya yang tidak beres-beres. Bu rahmahpun sejenak duduk di kursi depan, sambil menyantap sarapan dan sisa kue singkong suaminya, ingatannyapun menerawang ke masa lalu ketika masih berdagang sayuran yang suka ditemanin anaknya Rusman.
Setelah Pak Saman pindah dinas kerjanya dari mengajar di sekolah SD ke kantor urusan agama, bu Rahmah, berhenti berdagang sayuran, karena sudah merasa lelah dan ingin istirahat sambil memikirkan untuk mencari jualan apa lagi yang memungkinkan bisa dikerjakan sendiri. Rusman yang sebelum masuk pondok, dia bisa membantunya berdagang sayuran keliling kampung, sekarang siapa lagi yang bisa membantunya, karena adiknya Rina sepertinya tidak bisa, dia masih kecil, belum bisa membawa barang-barang seberat itu.
Bu Rahmah yang ditemani mertuanya itu, terus menerawang dalam fikirannya, sambil mengistirahatkan badaannya yang dari habis subuh tidak berhenti henti mengerjakan pekerjaan rumah. Semakin runyam dalam pikirannya kalau melihat maslalah pekerjaan suaminya yang semakin hari semakin membuat pikirannya. Suaminya yang walaupun mempunyai kerja sebagai PNS. Bahkan sudah berpindah setatus tugasnya yang awalnya mengajar sebagai guru kini pindah dinasnya sebagai pegawai kantor urusan agama. Perpindahnnya pekerjaan suami itu memang ada peningkatan dari segi pemasukan keuangan yang didapatkan dari selain gaji pokok. Karena seorang penghulu setiap kali menikahkan. Lumayan dia sudah tidak harus lagi mencari tambahan dengan berdagang seperti empat bulan yang lalu.
Sebesar apapun masalah dalam kehidupan keluarga yang saling terbuka dan saling pengertian, pastinya tidak menjadi maslaah besar. Saling terbuka dan saling pengertian antar suami istri sangat dibutuhkan dalam keluarga, meskipun sebesar apapum ada masalahnya akan dihadapi bersama dengan tenang dan selalu berbesar hati.
Percekcoakan sesekali antara suami istri dalam keluarga akan menjadi bumbu dalam rangka pembentukan kedewasaan dalam berumah tangga. Tidak ada keluarga yang terhindar dari masalah. Pastinya setiap keluarga akan mempunyai masalah, baik itu dari kalangan miskin sampai kaya, dari kalangan rakyat sampai pejabat. Mereka tidak akan bisa menghindar dari masalah. Tinggal bagaimana menyikapi dan mengelola masalah itu apakah dijadikan pembelajaran untuk menambah kedewasaan berfikir atau dijadikan sebagai momok yang akan menjerumuskan ke jurang kenistaan, sehingga dengan ada masalah, sebuah keluarga akan kacau, berantakan, pertengkaran, dan sampai kepada kehancuran rumah tangga.
Menikmati rasanya tinggal di rumah dengan tidak berdagang lagi sayuran keliling kampung karena sudah tercukupi oleh gaji suami hanya beberapa bulan semenjak perpindahan kerja suaminya dari guru ke pegawai kantor. Setelah itu, rumah tangga kembali hiudp ke seperti semula sewaktu awal awal pernikahan bahkan anak-anaknya masih belum pada sekolah dan sewaktu suaminya masih berkerja sebagai guru di sekolah SD. Karena dengan besarnya tannggungan dan kebutuhan hidup, maka rela berjualan surabi setiap pagi.
Bu Rahmah yang tidak sadar menerawang dan membayangkan pengalaman dan perjalanan dalam rumah tangga yang sudah dilaluinya sekitar 12 tahun ini memang banyak lika likunya ketimbang mendapatkan jalan yang mulus. Dia selalu memikirkan prilaku suami yang suka membohonginya terutama dalam masalah keuangan. Gaji yang dia dapat setiap bulan sebagai PNS, tidak pernah membawanya ke rumah secara utuh bahkan bahkan terkadang tidak pernah membawanya, dengan alasan untuk membayar utang.
Bahkan dalam beberapa bulan ini, sering kedatangan orang yang tiba-tiba menagih hutang yang tidak tahu asal muasalnya hutang tersebut bekas apa atau untuk apa, kapan dan dimana. Ada yang tiba-tiba menagih utang bekas beli beras. Ada orang lagi datang menagih bekas bahan bangunan dan banyak lagi yang kecil-kecil yang sama sekali bagi bu rahmah sebagai istrinya tidak tahu apa-apa karena suaminya tidak pernah bilang. Kalau sendainya itu semua diberitahu ke istri. Mungkin sebesar apapun utangnya sama-sama mengerti dan memaklumi karena memang menjadi resiko bersama dan untuk kebutuhan keluarga.
Assalamu’alaikum,,,, terdengar suara wanita yang salam dari luar, bu rahmah merasa kaget. Seketika itu dia langsung menghampiri orang yang salam itu di luar. Seorang ibu setengah tua dibarengi oleh seorang bapak-bapak yang mungkin suaminya.
Walikumsalam.... jawab bu rahmah, sambil membuka pintunya.
Iya siapa yah dan dari mana yah? bu Rahmah melanjutkan bertanya kepada tamunya yang sangat tidak kenal itu.
Iyah ibu, maaf apa ini dengan rumahnya pak Saman yah?
Betul bu, ada apa yah? tanya bu rahmah dengan rasa sedikit kaget dan rasa waswas, karena pasti ada sesuatu yang penting. Dan itu biasanya tidak sepengetahuan dia sebelumnya.
Saya dengan bu Endah, dari pasar dangdeur, Pak samannya ada ?
Mendengar orang dari pasar, bu rahmah tentunya kaget. Dalam fikirannya berkata, ada urusan apa lagi ko ada orang pasar datang ke rumah. Jangan jangan ada penagihan lagi, tapi bekas apa yah kira-kira.
Oh iyah, bapaknya kerja bu, paling nanti jam 3 an pulangnya? Kalau boleh tahu, ada apa yah nanti saya sampaikan. Tanya bu Rahmah kepada tamu itu yang kelihatan raut mukanya kurang begitu nyaman.
Oh gitu, baik kalau begitu saya nanti kesini hari minggu pagi, biar pak Samannya libur. Kata wanita yang mengaku dari pasar Dangdeur tempat pembelanjaan penduduk daera Rancaekek dan sekitarnya.
Tidak masuk dulu bu, sambil menunggu? Tanya bu Rahmah sambil bertanya-tanya dalam hatinya, siapa dia sebenarnya. Jangan jangan ada piutang lagi.
Tida usah bu, nanti hari minggu saja saya kesini lagi. Saya sekarang pamit saja bu. Dan tolong sampaikan ke bapak. Kata tamu yang tak diundang itu sambil melangkahkan kakinya dan bapak-bapak yang menemaninya yang kemungkinan itu adalah suaminya.
Baik nanti saya pasti akan sampaikan tentunya. Bu Rahmah sambil masuk lagi ke rumahnya. Dan meneruskan lagi pekerjaanya yang belum dituntasin.
Dengan kedatangan tamu tak diundnag tadi, jadi bahan pikiran bu rahmah. Bahkan Pekerjaan rumhapun jadi terganggu karena merasa kesal sama suaminya yang akhir akhir ini sering membuat masalah. Membuat dirinya sebagai istri yang sering dibohongi dalam banyak hal, dari masalah gaji bulanannya, hutang piutang kepada banyak orang yang dikenal maupun tidak kenal sampai isu-isu yang terdengar dari orang sekantornya.
Pernah suatu hari bu Rahmah menyertai suaminya ke kantor tempat kerjanya yang kebetulan waktu itu di kantornya ada kegiatan yang melibatkan para istri pegawai untuk mensukseskan acara itu. Sehingga para istri pegawai kumpul dan disitulah bu Rahmah sebagai istri pak Saman menjadi saling kenal dengan para istri pegawai lainnya yang teman sekator suaminya. Meskipun sebetulnya kedatanga bu Rahmah ke kantor suaminya bukan pertama kali bahkan dalam sudah berkali kali dalam setiap awala bulan untuk menghadiri pengajian bulanan yang diadakan oleh DKM Masjid kecamatan tidak mesti bareng sama suaminya. tetapi untuk kedatangan kali ini, betul betul kegiatan yang ini khusus kegiatan kantornya, sehingga berangkat dan pulannya pun bareng.
Waktu Kedatangan bu Rahmah untuk menyertai suaminya ke kantor itu membuat dia kesal, marah, dan penasaran. Pasalnya teman teman sekantor suaminya ternyata suka bercanda dan mengejekin suminya. Bahkan pernah terdengar oleh telinganya bu Rahmah akan pertanyaan yang dilontarkan oleh teman sekantornya itu, sangat membuat bu rahmah penasaran dan kesal. Kesalnya bukan kepada teman-temannta, tetapi kepada suaminya betul betu; yang tidak pernah kompromi dan apalagi terus terang kepada istrinya. Bagaimana tidak kesal dan penasaran, kalau ada teman suaminya yang bertanya kepaadanya sambil bersalaman, apakah ibu istri pak Saman yang di sini atau yang di Rancaekek ? mendengar pertanyaan seperti itu, bu Rahmah bagaikan kesamber gledek di tengan panas matahari bolong. Nafasnya mendadak sesak, kepalanya mendadak pusing, badan menjadi panas dingin, kakinya terasa lemas tidak tahan lagi untuk menopang badannya. Untung diruangan kantor suaminya itu ada kursi kosong, bu Rahmahpun langsung duduk pura-pura tidak apa apa. Dan dia sekuat tenaga untuk bertahan dan tidak menampakan rasa kekesalannya kepada omongan dan pertanyaan yang terlontar barusan. Dia berusaha sekuat tenaga untuk meyeimbangkan badanya dan memfokuskan pikirannya jangan sampai terbawa emosi gara-gara pertanyaan konyolnya seorang teman suaminya yang sepertinya tidak penah dan mau tahu perasaan seorang wanita.
Astaghfirullahal adzim..... walikumsalam ... mendengar suara yang tidak asing lagi, yaitu suaminya baru datang. Bu rahamh tidak merasa bahwa pikiran dan ingatan ke masa lalu sudah memakan watu dua jam yang lalu. Dia pun langsung keluar dari kamarnya menghampiri suaminya yang baru datang. Diapun sudah tidak tahan sebenarnya ingin menyampaikan pesenannya dari seorang wanita yang datang siang tadi. Tapi dia berusah untuk menahan dulu biar suaminya diberi kesempatan untuk menghilangkan rasa capenya pulang kerja sambil menyuguhkan segelas air putih untuk diminumnya.
Minum pak, nih. Tidak macet pak? Sambil bertanya basa basi.
Makasih, macet tidak ada, lancar-lancar saja. Sahut pak Saman kepada istrinya yang dari tadi menunggu kepulangannya, karena ada sesuatu yang akan segera disampaikan.
Pak... tadi ada orang kemari, ada perlu katanya. Ngakunya sih dari pasar. bapak kenal, siapa itu pak dan ada urusan apa? Langung saja istri pak Saman sudah tidak sabar lagi untuk menyampaikan kepanasarannya atas wanita yang datang tadi siang.
Siapa orang pasar, aku tidak kenal sama orang pasar. salah alamat barangkali bu, mungkin ada nama orang yang dituju dia, sama dengan nama bapak. Jawab pak saman dengan enteng atas pertanyaan istrinya yang sangat penasaran itu.
Tapi katanya besok hari minggu siang mau kemari lagi. Lanjut istrinya, memastikan bahwa wanita yang datang betul betul bukan salah alamat.
Mendengar bahwa dia mau kemari lagi besok, Pak Samanpun kaget dalam hatinya. Tapi tidak menampakan raut muka kaget. Dia berusaha untuk tetap biasa saja bahkan untuk berusaha untuk menampakkan di depan istrinya bahwa dia betul-betul tidak mengenal wanita itu. Padahal sebenarnya pak Saman sudah yakin dan pasti bahwa dia itu adalah penjual beras yang pernah datang ke kantor kerjanya pada awal bulan yang lalu.
Tapi kenapa datang ke rumah segala, padahal sudah ada perjanjian urusan di selsesaikan di kantor. Pak Saman sedikit kecewa terhadap ibu penjual beras itu. Memang sudah beberapa bulan ini, beras PNS yang selalu dibawa ke rumah, sengaja dijual lagi. Karena tadinya mau dibelikan lagi dengan beras biasa, yang rasa dan warna bersih dan pulen, tidak seperti beras PNS. Akhirnya beras digantikan sama beras biasa itu untuk dibawa ke rumah itu sudah berjalan ke tiga bulan. Namun memang beras yang dibeli dari seorang pedagang di pasar belum terbayarkan. Dan semua ini tanpa diketahui oleh istrinya pak salman.
Jadi wajar kalau si ibu penjual itu datang ke rumah, pasti untuk menangih uang beras itu selama tiga bulan atau tiga kali mengambil belum dibayar juga. Si ibu penjual beras itu sebelumnya mungkin datang terlebih dahulu ke kantor, namun setiap kali datang ke kantor, pak salman kebetulan tidak ada di tempat, karena sedang melakasanakan tugas lapangan, sebagai penghulu. Dan bisa jadi karena susah ditemui pada waktu jam kerja, akhirnya si ibu penjual beras itu datang menagih ke rumah setelah diberi alamat oleh salah seorang teman pak Salman di kantor.
Sudah tidak bisa mengelak lagi, pak Salman terpaksa mencari alasan untuk disampaikan kepada ibu penjual beras yang akan datang pada hari minggu besok itu, kenapa sampai belum dibayar. Kemudian untuk selanjutnya mencari alasan lagi untuk disampaikan kepada istrinya yang selama ini, tidak pernah mempertanyakan atau menaruh curiga terhadap beras yang selalu dibawanya pada setiap awal bulan atau pas tanggal gajian.
Waktu sudah hampir larut malam, jam sudah menunjukkan pukul 22.00. pak Salaman pun sudah kelihatan muka ngantuk. Dilihat istrinya di dalam kamar sudah duluan tidur lelap. Terlihat muka istrinya yang begitu lelah dan penuh dengan rasa kekecewaan yang terus menerus dikarenakan ulah suaminya, pak Salman, yang selama ini belum pernah terus terang dan terbuka, bahkan sering menutup-nutupi dengan penuh kebohongan dan kepalsuan.
Begitu juga, Rina anak perempuannya yang masih kelas enam sekolah dasar ini, sudah terlelap. Seorang adik yang ditinggal oleh kakanya, Rusman untuk pergi mondok itu, kelihatan rasa kehilangannya dan rasa kesepiannya. Wajar dua saudara dari keluarga yang serba pas-pasan dan hidup di sebuha tempat yang cukup jauh dari saudara-saudaranya yang sama usianya. Rumah yang letaknya dipesisir sawah itu membuat dua bersaudara, Rusman dan Rina menjadi akrab dalam bermain, saling menjaga dan mengayomi. Mereka sehari-hari jarang untuk main keluar untuk bergabung dengan teman teman atau saudaranya yang sesama dalam usianya. Tetapi kakaknya, Rusman kini sudah pergi mondok, meninggalkan adiknya, tentunya Rina sudah tidak ada teman bermainnya lagi di rumah. Untung ibunya sekarang sudah diam di ruamh, tidak jualan sayur lagi yang tiap hari pergi ke pasar baru untuk belanja dan berkeliling kampung untuk menjajagin dagangannya. Sehingga rasa kesepiannya karena ditinggal kakaknya, tergantikan oleh ibunya.
Sambil memikirkan dan mempersiapkan alasan yang tepat ketika menghadapi si ibu penjual beras, Pak Salman baru sadar kalau jam sudah menunjukan pukul 12 malam. Akhirnya diapun memejamkan matanya setelah membaca doa mejelang tidur. Istrinya, bu Rahmah disamping sudah tidak sadarkan diri, sudah melanglang di alam mimpi sana. Pak Salman meskipun kelakuannya terhadap istrinya seperti itu, tetap rasa kasih sayangnya terhadap keluarga tidak diragukan lagi. karena keadaanlah yang terpaksa berbuat sesuatu yang selalu mengecewakan istrinya.
Walau bagaimanapun, pak Salman adalah seorang yang mengerti agama. Selain mengerti, diapun seorang guru agama, tentunya sehari-hari dia selalu mengajarkan hal-hal yang baik menurut agama. Bukan saja mengajarkan bagaimana cara beribadah shalat, puasa, zakat, dan haji, tetapi lebih dari dia juga mengajarkan bagaimana beinterkasi dengan sesama manusia, berakhlakul karimah, seperti berkata baik, sopan, tidak sombong, jujur, dipercaya, dan amanah kepada semua orang. Dalam hati kecilnya pasti dia sadar bahwa selama ini, dia sudah memperlihatkan ketidak jujuran kepada istri yang selalu menyayangi dan mendukungnya terhadap kegiatan yang selama ini dia kerjakan. Maaf kan aku istriku. Sesal pak Salman Sambil memeluk istrinya yang sudah telelap tidur.
Saling berbagi adalah tanda orang yang saling menghormati
BalasHapus